Jumat, 13 Mei 2016

Kampung yang Menarik Perhatian

Warga Kampung Sade, Desa Rembitan, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, bagaikan memasuki sesuatu labirin. Pada kiri kanan berdiri rumah tradisional suku Sasak dengan dinding anyaman bambu juga atap alang-alang. Sesi teras rumah dimanfaatkan merupakan gerai demi memajang aneka kain tenun buatan tangan.

Jarum jam menunjuk lepas pukul 10.00 Wita, berbagai ketika kemudian. Tetapi, matahari selalu redup menyinari Sade akibat terhalang mendung. Kesibukan mencolok kelihatan di beruga, seperti balai tradisional semacam gazebo yang ada pada belakang area parkir, tepat di pinggir tindakan utama Sengkol-Kuta pada NTB.

Wisata Traadisional Desa Sade


Puluhan warga berbagai usia berkumpul. Sebagian memakai sajian nasi dengan sayur kedelai yang sekedar diberi bumbu asam dan garam, sebagian sibuk mencetak kulit ketupat, juga sisanya memasak di tungku kayu. Ketika tersebut, sebagian warga Sade tengah menyiapkan adat ngenguris atau ngurisan, hal ritual mengurangi rambut pembuka bayi yang terupdate lahir.

Puncak acara ngenguris sendiri dihelat keesokan harinya pada makam leluhur. Rakyat Sasak dalam Sade masih teguh memasang tradisi. Dan, aktifitas tersebut dihelat lewat gotong royong dari pertama hingga akhir. ”Ayo, siapa pun boleh asal dan ikut menikmati,” jawab seorang warga sambil menyodorkan sepiring nasi.

Sedangkan ini makin siang pelancong yang asal ke Sade silih berganti, terutama pengunjung lokal. Mereka tiba pada deretan sampingan dan langsung disambut oleh pemandu yang notabene ialah pemuda setempat. Mengenakan sarung dan ikat kepala, merekapun ramah menambahkan waktu sosial serta sejarah kemajuan kampung mereka.

Sehabis mendapat penjelasan singkat dalam post beruga sekanam, pengunjung langsung diajak menyusuri perkampungan. Wisatawan sungguh tidak sebuah terbaru pada mata orang Sade, termasuk anak-anak. Merekapun fasih merayu pelancong untuk merekrut cendera mata, sejak dari gelang, kalung, gantungan kunci, sesudah pasti saja kain tenun buatan orangtuanya.

Orang Sade memang beruntung. Selama ini, tenun dan pariwisata sudah menjadi sumber penghasilan nomor satu, selain bertani. Pada season pancaroba semacam kini, lahan dominan ditanami kedelai serta palawija. Sambil menunggu tanaman panen, otomatis penghasilan dari berjualan kain tenun dan pendukungnya yang jadi andalan untuk memenuhi keperluan keluarga.

Para menenun


”Semua warga dalam sini menenun meski merekapun punyai lahan. Rata-rata lahan dalam sini sempit. Saya juga belajar menenun mulai minor, saat berusia sepuluh tahun,” ungkap Naya’an (40), yang tengah menyelesaikan hal songket pada depan rumahnya. Perempuan Sasak berhasil menghabiskan kondisi satu bulan untuk menenun songket. Sementara demi ukuran yang lebih sampingan, semacam taplak meja atau sajadah, hanya membutuhkan kondisi seorang pekan.

Tenun Sasak memiliki sangat banyak motif, dalam antaranya sabuk antang, subhanala, tapok kemolo, dan ragi genep. Namun, pada perkembangannya, saat ini ada segala produk buatan luar desa yang dijual pada Sade, semacam tas. Bahan tas dari dari tenun karya warga Sade. Oleh karena tidak berada mesin jahit, kain tersebut dijahit dalam luar. Semua produk dihargai bervariasi, sejak puluhan sesudah ratusan ribu, terserah jenis dengan ukuran.

Selain kain, rumah tradisional jadi salah satu obyek menggoda. Saat ini, berada 150 rumah tradisional serta jumlah penghuni sekota 700 jiwa pada kampung itu. Berada 5 bentuk bangunan pada dalamnya, yakni beruga sekenam yang akrab digunakan sebagai lokasi musyawarah memecahkan masalah, sunatan, dengan perkawinan; beruga sekebat demi acara seperti akikah; balai jajar, balai kodong, serta balai tani. Selain itu, berada lumbung yang bentuknya khas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar